Beranda Opini Dugaan Pemalsuan Dokumen Perbankan BSB, Bareskrim Hadir Saksi Ngacir

Dugaan Pemalsuan Dokumen Perbankan BSB, Bareskrim Hadir Saksi Ngacir

65
0
BERBAGI
(Sumber Foto Beritakajang.com/Ronald)

Beritakajang.com – Pemeriksaan Bareskrim hari pertama dugaan pemalsuan dokumen RUPS Bank Sumsel Babel (BSB) diwarnai dengan ketidakhadiran saksi NA, Komisaris BSB yang diduga mengetahui pemalsuan akta RUPS LB No 10 thn 2020.

Ketidakhadiran NA juga diikuti ketidak jadikan saksi lainnya yaitu Komut EJ, Komisaris N, mantan Komisaris B dan Direktur Kepatuhan Mustakim.

Mereka seharusnya memberikan keterangan pada Rabu (24/1/2024). Sementara Direktur Utama Achmad Syamsudin sesuai jadwal akan memberikan keterangan pada hari Kamis (25/1/2024) juga tidak akan hadir dengan alasan ada tugas yang harus dilaksanakan.

Dengan demikian, Bareskrim Mabes Polri hanya akan memeriksa staf BSB. Menjadi pertanyaan kenapa para pengurus BSB enggan memberikan keterangan dengan alasan tidak di tempat.

Lalu bagaimana dengan kinerja BSB dengan tidak adanya pimpinan di tempat, apakah boleh manager dan staf ambil kebijakan penting. Prasangka buruk beredar di jagat maya dan warung – warung kopi bahwa memang benar telah terjadi pemalsuan dokumen RUPS Pangkal Pinang 2020.

Apakah ketidakhadiran ini disengaja untuk menghambat proses hukum dalam pengungkapan kasus pemalsuan dokumen ataukah ada ketakutan akan dinyatakan terlibat. Kasus ini pertama kali terjadi di dunia perbankan di Indonesia dan sangat menghebohkan dunia perbankan nasional.

Ketidakhadiran pengurus perusahaan BSB dalam waktu bersamaan harus menjadi perhatian serius Pj. Gubernur Sumsel, apakah mereka masih layak menjadi pengurus BSB.

Pj. Gubernur Sumsel sebaiknya segera memerintahkan staf dan karyawan BSB untuk mempersiapkan dan menjadwalkan RUPS LB untuk pergantian pengurus perusahaan, karena pelanggaran berat tidak hadir di kantor serentak.

Pj. Gubernur harus mengevaluasi kedudukan mereka sebagai pengurus BSB, karena desersi bersamaan kasus pemalsuan akta RUPSLB ini telah dilakukan penyelidikan oleh tim Bareskrim sejak bulan Oktober 2023, dengan telah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi sebanyak 53 orang.

13 orang diantaranya yang dijadwalkan diperiksa di Mapolda Sumsel, karena domisili para saksi. Sementara saksi lain telah diperiksa di Bareskrim yaitu notaris, beberapa pejabat dan staf BSB serta pemeriksaan pejabat OJK KR7 yaitu Ibu Lina dengan didampingi Bagian Hukum OJK Kantor Pusat.

Pejabat OJK tersebut menurut infonya memberikan keterangan bahwa akta yang disampaikan BSB melalui surat nomor 253/DIR/III/B/2020 tanggal 20 Maret 2020 yang ditujukan kepada Kepala OJK KR7 ditandatangani oleh Direktur Utama BSB Achmad Syamsudin. Dan ditembuskan ke Direktorat Perizinan dan Informasi OJK Pusat, Dewan Komisaris BSB, Divisi Audit BSB, serta Divisi Kepatuhan BSB.

Akta yang disampaikan ke OJK itu tidak terdapat nama Mulyadi Mustofa sebagai calon direktur yang akan diusulkan pada RUPS LB. Pejabat OJK itu juga melampirkan dokumen copy akta yang diduga dipalsukan tersebut.

Publik berharap kasus ini segera terungkap dan tidak berlarut-larut yang akan menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada BSB dan kemungkinan akan terjadi RUSH karena nasabah takut BSB di likuidasi.

Harusnya manajemen BSB kooperatif memberikan keterangan kepada penyidik Bareskrim Polri, bukan malah menghindar atau bahkan diduga berupaya untuk menghambat proses penyidikan kasus ini.

Selain kasus pemalsuan akta RUPSLB yang sedang dalam proses penyelidikan Bareskrim, ada yang tidak kalah hebohnya dan menjadi perbincangan di kalangan pegawai BSB dan di warung kopi tiam.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) menyatakan Dewan Komisaris BSB menerima remunerasi, tunjangan dan fasilitas yang tidak seharusnya sebesar Rp 8,8 miliar.

Pemberian remunerasi, tunjangan dan fasilitas terkesan kebijakan pemegang saham karena dekom bukanlah karyawan. Lebih gila lagi pemberian remunerasi dekom tidak diatur dalam Perda BBSB.

Perjalanan dinas dewan komisaris terkesan tidak berkaitan dengan tugas dan fungsi, bahkan terdapat perjalanan dinas atas undangan pribadi.

Penentuan besaran remunerasi tidak berdasar hukum merupakan potensi kerugian negara. Pemberian bonus dan reward sebesar Rp 3,6 miliar merupakan potensi nyata kerugian negara. Selanjutnya pemberian fasilitas cuti, uang makan dan tunjangan kesejahteraan sebesar Rp 2,4 miliar tidak berdasarkan pertimbangan yang memadai. Selain itu terdapat juga pemberian tunjangan insidentil tidak sah sebesar Rp 825 juta.

Pj. Gubernur Sumsel selaku PSP sebaiknya segera mengevaluasi jajaran pengurus BSB dan kalau perlu dilakukan pergantian pengurus BSB. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here