Beranda Opini Lukas Enembe Meninggal Akibat Sakit, Bukan Dibunuh

Lukas Enembe Meninggal Akibat Sakit, Bukan Dibunuh

90
0
BERBAGI
(Sumber Foto Istimewa)

Oleh: Isman Asso, Anggota MRP PP Pokja Agama

Beritakajang.com – Di dalam group WhatsApp beredar berbagai narasi ancaman, kecaman, caci maki. Parahnya lagi, ancaman itu ditujukan pada pihak yang tak tahu-menahu, seperti pada penulis tanpa tahu apa penyakit yang diderita tersangka KPK RI itu, tapi dituduh terlibat secara sembarang, malah dianggap bertanggung jawab atas meninggalnya Lukas Enembe.

Persoalan kematian Lukas Enembe membawa duka dan petaka. Duka karena para pendukungnya merasa kehilangan. Petaka karena membawa musibah lain dan baru Pj. Gubernur Papua Haji Muhammad Tidhwan Rumasukun kena lemparan batu hingga berdarah-darah.

Padahal beliau meninggal karena sakit yang dideritanya sejak lama sebelum ditangkap paksa oleh Polda Papua, kemudian menjadi tahanan KPK RI atas tuduhan korupsi gratifikasi dana Otsus Papua.

Bahkan daftar nama disusun sebagai orang yang dianggap sebagai pembunuh tanpa bagaimana proses membunuhnya, apakah pakai senjata api (pistol), pisau, kampak, racun, tanpa jelas dianggap sebagai penyebab meninggalnya Lukas Enembe.

Adapun daftar nama yang mereka susun dituduh melakukan pembunuhan Lukas Enembe adalah Mahfud MD selaku Menkopolhukam RI, Ketua KPK RI, dan seterusnya.

Tapi benarkah Lukas Enembe dibunuh oleh orang-orang itu sebagai pelaku pembunuh Lukas Enembe? Tidak!.

Fitnah Tanpa Dasar

Tuduhan mereka sama sekali tidak benar. Jika benar mereka membunuh Lukas Enembe atau sebagai pihak yang bertanggung jawab atas meninggalnya Lukas Enembe. Pertanyaannya adalah mereka membunuh pakai apa?, pakai racun, pakai peluru, pakai tombak, pakai pisau, parang, pakai kampak atau pakai apa?. Lagi-lagi tuduhan tak masuk akal.

Jawabannya tuduhan itu tidak benar, tidak berdasar sama sekali. Pembuktian secara nalar (logika) tidak benar, kecuali hanya fitnah dan masuk kategori provokator untuk mengacaukan situasi kamtibmas wilayah Papua.

Mereka sejatinya para provokator pembuat onar dan pengadu domba sesama rakyat Papua agar terjadi konflik horizontal sesama warga sipil.

Logika Terbalik

Secara akal sehat (logika), tuduhan hukum atas Gubernur Papua waktu itu, persoalannya sangat berbeda dengan urusan Lukas Enembe sakit.

Penyakit yang diderita Lukas Enembe terlihat ketika beliau debat terbuka oleh Metro TV disiarkan secara nasional, beliau sudah sakit-sakitan. Penyakit beliau berbeda dengan urusan hukum.

Sakit dan Hukum

Antara sakit dan hukum dua hal yang sangat berbeda. Seseorang sakit karena penyakit bawaan dan secara alamiah hal itu dialami oleh siapapun. Adapun hukum atau penegakan hukum oleh akibat tindakan atau perbuatan seorang pejabat negara atau warga sipil karena perbuatan melawan hukum.

Kasus tuduhan korupsi Gubernur Lukas Enembe sangat berbeda dan tidak ada kaitannya dengan urusan penyakit yang dideritanya sejak lama, sebelum ada tuduhan korupsi oleh KPK RI hingga proses penangkapan paksa dari Polda Papua, hingga diproses hukum oleh KPK RI secara paksa.

Kebenaran adalah ketika almarhum Lukas Enembe sebelum ditangkap atas status tersangka oleh KPK RI, sebelumnya sudah sakit-sakitan, berobat bolak-balik keluar negeri hingga ketika status tersangka langsung dicekal.

Bahkan proses penahanan Lukas Enembe berlarut-larut karena yang bersangkutan belum menyerahkan diri, semua pihak, publik Papua tahu dan ikuti semua proses penangkapan dan penahanan.

Almarhum Lukas Enembe sendiri mengaku jauh hari ketika status tahanan KPK RI, bolak-balik RSPAD Gatot Subroto Jakarta mengatakan dalam nada kesal.

“Jika saya mati, yang bunuh saya KPK RI,” ucapan ini bukan berarti apa-apa, tapi karena KPK tak mengizinkan dia berobat keluar negeri (Singapura).

Beliau mengatakan demikian karena dia sudah merasa akan meninggal dalam menjalani proses hukum, yang bertanggung jawab adalah pihak KPK RI. Sehingga wajar kalau kemudian beliau mengatakan bahwa yang membunuhnya KPK RI. (berita ini beredar di media massa termasuk dalam WAG Papua).

Lukas Enembe mantan Gubernur Provinsi induk Papua sebagai terduga korupsi dana Otsus Papua meninggal karena sakit bukan dibunuh oleh pihak-pihak daftar nama yang beredar.

Adapun nama-nama yang dituduh bertanggung jawab atas meninggalnya Lukas Enembe sama sekali tak ada kaitannya dengan penyakit apa yang sebelumnya sudah diderita Lukas Enembe hingga terakhir menghembuskan napas.

Oleh sebab itu, tuduhan atas dasar apapun dan untuk apapun motifnya sepenuhnya tidak logis (ilmu logika), dalam arti tak ada hubungan kausalitas (sebab-akibat) dan secara logika rancu karena tidak ada kaitan sama sekali.

Tuduhan atas dasar apapun motifnya sama sekali tak ada kaitan satu sama lain, selain motifnya semata-mata dimainkan, diserahkan oleh oknum provokator. Mereka para provokator bermain isu untuk mengacaukan situasi kamtibmas wilayah Papua.

Jadi atas dasar tuduhan kepada siapa dan pada siapa fitnah sebagai aktor pembunuh Lukas Enembe, sama sekali tidak masuk akal. Lukas Enembe sakit sebelum dituduh korupsi uang Otsus milik rakyat Papua oleh KPK RI.

Ketika Polda Papua menangkap Lukas Enembe dalam keadaan sakit dan sebelumnya Lukas berobat bolak-balik ke luar negeri, jadi tuduhan meninggalnya Lukas Enembe bukan dibunuh oleh orang – orang daftar nama dirilis seperti KPK RI, Menkopolhukam RI dan Polda Papua atau oknum siapapun, melainkan murni karena sakit dan penyakit yang dideritanya sejak lama sebelum ditangkap KPK RI.

Dalam tulisan ini perlu disampaikan secara khusus aparat keamanan Polda Papua dan pihak-pihak berwajib perlu ambil tindakan tegas dan terukur.

Penegakan hukum tegas (diproses hukum) para yang pihak provokator telah menyebar fitnah dengan merilis daftar nama mulai dari Menkopolhukam RI, Mendagri Tito Karnavian, Yoris Raweyai, Komarudin Watubun, Ismail Asso, Yan Permenas dan lainnya.

Misalnya penyebar berita hoax berisi hasutan kepada massa di group WhatsApp disertai ucapan caci makian menciptakan rasa kebencian dan ancaman pembunuhan massa rakyat Papua sebagai provokator dengan nama inisial “legislator…”no kontak dalam group “081281930108” macam ini perlu ditelusuri oleh aparat keamanan.

Para penyebar berita hoax disertai ancaman atas berbagai bentuk segala tindakan tulisan, komentar, postingan dalam bentuk ancaman pembunuhan yang dikeluarkan, disebar oknum provokator di berbagai media sosial hingga melukai Pj. Gubernur Provinsi Papua, segera diproses secara hukum dan ditangani aparat penegak hukum Polda Papua.

Penyebar Fitnah

Para penyebar fitnah umumnya orang-orang tak terdidik secara intelektual. Mereka pernah sekolah tapi tak terdidik secara intelektual. Mereka pernah kuliah tapi tak kuasai ilmu pengetahuan, hanya kuliah asal-asalan. Mereka sarjana tapi belum kuasai ilmu kesarjanaan. Mereka bergelar sarjana tapi tak berilmu pengetahuan sarjana.

Jenis sarjana merek ini tersebar banyak diberbagai group. Mereka belum bisa baca tulis secara baik dan benar sesuai ejaan yang disempurnakan (EYD). Menulis masih kaki ayam atau cakar ayam. Belum lagi cara berpikir, mereka masih sangat jauh dari logis. Logika berpikir mereka sangat jauh dari kata logis (masuk akal), mereka belum bisa menalar suatu persoalan secara logis dan nalar secara runtut dan benar serta tepat.

Mereka masih sentimentil terbawa emosional dan masih berpikir secara simbol, gambar, signal, belum mampu secara intelektual mengabstraksi berpikir secara abstrak, logis, sistematis secara ilmiah.

Kelompok sarjana merek ini rentan jadi korban hasutan dan termakan isu hoax, karena tidak mampu berpikir logis, rasional serta secara intelektual (berpikir menggunakan kemampuan akal berbasis ilmu pengetahuan yang dasarnya berpikir logis dan nalar), gampang tersulut emosi, sentimentil, irasional, mudah percaya isu periferal (hoax). Apa kata orang mudah percaya sebagai kebenaran tanpa mencerna melalui akal pikiran benar atau salah, telan bulat-bulat lalu memberi cap (stempel), stigma orang lain dikatakan langsung mencap salah, menjustifikasi salah tanpa reserve.

Mayoritas sarjana lulusan S1 kita pada umumnya, yang tersebar di group dalam berbagai medsos baik di WAG, FB, X, Messenger, TIK-tok, IG, kelompok sarjana aspal (asli tapi palsu). Sarjan tapi tak berilmu pengetahuan, tak memadai, karena tidak berbasis ilmu pengetahuan.

Jika kebanyakan dan secara umum yang ada kelompok deretan sarjana aspal model begini wajar kalau kemudian, Papua susah maju dan tak akan bisa maju. Selalu konflik karena orang mudah percaya isu, bukan berdasarkan pengetahuan tapi berdasarkan gosip.

Tulisan ini saya akhiri bahwa kematian mantan Gubernur Lukas Enembe dalam masa tahanan KPK RI tidak dibunuh oleh siapapun nama-nama yang disebut, melainkan beliau meninggal karena sakit yang dideritanya sejak sebelum ditahan oleh KPK RI. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here