Beranda Hukum & Kriminal Dugaan Korupsi Masjid Sriwijaya Palembang, JPU Hadirkan 5 Orang Saksi

Dugaan Korupsi Masjid Sriwijaya Palembang, JPU Hadirkan 5 Orang Saksi

405
0
BERBAGI
Saksi-saksi di persidangan kasus dugaan korupsi Masjid Sriwijaya Palembang. [Sumbert Foto Beritakajang.com/Hermansyah]

Palembang, Beritakajang.com – Kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang bab II yang menjerat 2 terdakwa, yakni Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi, kembali digelar di Pengdilan Negeri (PN) Palembang dengan agenda keterangan saksi-saksi dari JPU, Kamis (7/10).

Dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Abdul Azis SH MH, 5 orang saksi dihadirkan. Antara lain Ramdhan Basyeban (Sekertaris Dewan), Agus Sutikno (mantan Ketua Komisi III, DPRD Sumsel), MF Ridho (anggota DPRD Sumsel), Yansuri (mantan anggota DPRD Sumsel) serta Giri Ramda N Kiemas (Wakil Ketua DPRD Sumsel).

Usai persidangan, JPU Kejati Sumsel Roy Riadi SH mengatakan, dalam persidangan kali dihadirkan 5 orang saksi, 4 diantaranya anggota dewan dan satu sekertaris dewan.

Dalam persidangan, saksi menjelaskan mengenai proses anggara hibah. Terhadap kegiatan hibah itu, anggota (DPRD) tidak melihat adanya proposal dana hiba tahun 2015 dan 2017.

“Namun dari pihak esekutif sudah diingatkan untuk proposal itu nanti diberikan, tapi sampai sekarang DPRD tidak melihat proposal itu,” terang JPU.

Sementara kuasa hukum terdakwa Mukti Sulaiman, Iswandi indris SH MH saat diwancarai terkait soal proposal dianggap tidak ada di persidangan menjelaskan, kita menanggapi proposal itu ada.

“Tapi mungkin dalam pembasahan di DPRD, kan, selalu BPKD buat lis aja, lis agaran. Jadi dokumen-dokumen tidak mungkin, ratusan, penerimaan hibah itu, bukan hanya Masjid Sriwijaya, termasuk dana BOS, kesehatan ,KONI dan yang lain ratusan dukumen itu,” jelas dia.

Sementara kuasa hukum terdakwa Ahmad Nasuhi, Redho Junaidi SH MH mengatakan bahwa keterangan saksi-saksi menguntungkan klein kami.

“Satu membuktikan bahwa klein kami Ahmad Nasuhi tidak terlibat dalam proses penganggaran maupun komisi. Yang kedua saksi juga menjelaskan klien kami menerima fee atau menelan fee dalam bentuk apapun. Semata-mata murni hanya untuk masjid. Kemudian yang ketiga bahwa dalam proses APBD itu harus dipenuhi. Yang terakhir itu petunjuk dari evaluasi Minagri, dan disampaikan juga oleh seluruh saksi bahwa dalam proses evaluasi dari Minagri tidak ada dipermasalahkan alamat domisili,” jelas dia.

Terkait proposal dalam persidangan tidak ada, Redo mengatakan kalau proposal itu tidak berhubungan dengan kliennya. “Karana klien kami pada waktu itu belum menjabat sebagai Kabiro, dan juga bukan usulan dari klien kami,” kata Rido. (Hsyah)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here