Beranda Hukum & Kriminal Terjerat Kasus Dugaan Korupsi Masjid Sriwijaya, Empat Terdakwa Jalani Sidang Perdana

Terjerat Kasus Dugaan Korupsi Masjid Sriwijaya, Empat Terdakwa Jalani Sidang Perdana

555
0
BERBAGI
Suasana persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Palembang yang diketuai oleh majelis hakim Sahlan Efendi. [Sumber Foto : Beritakajang.com/Hermansyah]

Palembang, Beritakajang.com – Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Palembang Klas 1A Khusus Menggelar siadang perdana empat terdakwa yang terjerat kasus dugaan korupsi Masjid Sriwijaya, dengan agenda pembacaan dakwaan dari JPU, Selasa (27/7).

Keempat terdakwa yakni Eddy Hermanto (mantan ketua panitia pembangunan Masjid Sriwijaya), Ir. Dwi Kridayani (kuasa KSO PT Brantas Abipraya-PT Yodya Karya), H. Syarifudin (ketua panitia divisi lelang pembangunan Masjid Sriwijaya), dan Ir. Yudi Arminto (Project Manager PT Brantas Abipraya-PT Yodya).

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Naim SH dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Sahlan Efendi SH MH, dijelaskan bahwa yang pertama ditujukan bagi terdakwa Dwi Kridayani, diketahui di tahun 2015-2017 mengurus proyek Masjid Sriwijaya. Untuk memenangkan tender PT Brantas, terdakwa telah memberikan suap dan mempengaruhi kepada terdakwa Eddy Hermanto dan Syarifudin M.

Para terdakwa telah bersalah memperkaya diri, dengan terdakwa Dwi Kridayani mendapat uang Rp 2 miliar lebih, terdakwa Yudiamito Rp 2 miliar lebih. Kemudian terdakwa Edy Hermanto menerima Rp 680 juta serta Syarifuddin senilai Rp 1 miliar lebih. Sedangkan PT Brantas mendapat Rp 5 miliar, dari kerugian negara Rp 116,9 miliar lebih.

“Masjid Sriwijaya awalnya menggunakan lahan seluas 15 hektare, lalu berkurang menjadi 9 hektare, berdasarkan keputusan Gubernur Sumsel atas dana hibah Rp 54 miliar. Kemudian bermasalah tanah ini, karena sebagian milik masyarakat. Sayembara gambar Masjid Sriwijaya pernah dilakukan di tahun 2011, hingga Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang menerim dana Rp 80 miliar tahun 2015,” ungkap Tim JPU Kejati Sumsel.

Setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang PT Brantas Adipraya tahun 2015, maka Eddy Hermanto selaku ketua lelang pembangunan Masjid Sriwijaya, melakukan pembayaran pertama di tahun 2015 sebesar Rp 75 miliar, tahun kedua Rp 207 miliar, dan pembayaran ketiga Rp 323 miliar tahun 2017.

Pihak BPKAD lewat Laonma L Tobing juga melakukan pencairan Rp 50 miliar ke rekening Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang. Namun baru dicairkan Rp 48 miliar dibayarkan di bulan Januari tahun 2016 ke PT Brantas Adipraya.

“Dari pencairan Rp 48 miliar lebih, ke PT Brantas Adikarya dan PT Brantas Yogyakarya, dari Rp 33 miliar sisanya diambil Rp 25 miliar oleh terdakwa Dwi Kridayani, dan dipotong PT Brantas sebagai keuntungan Rp 5 miliar. Digunakan terdakwa Syarifudin Rp 1 miliar, lalu Alex Noerdin Rp 2,4 miliar lebih, dan Alex Noerdin memakai untuk sewa helikopter Rp 300 juta. Maka terdakwa Dwi Kridayani dan Yudiamito melanggar Pasal 5 dan Pasal 4 Tahun 2010 dan 2012 tentang pengadaan barang dan jasa,” beber tim JPU.

Sejak tahun 2016 perkara sengketa tanah proyek Masjid Sriwijaya telah dibawa ke Pengadilan Negeri oleh Musawir, dan dimenangkan penggungat 2,7 meter, maka dinyatakan Pemprov Sumsel wajib membayar ganti rugi, sampai putusan PK tahun 2020 tergugat juga dinyatakan menang.

“Dalam pembangunan proyek Masjid Sriwijaya juga terjadi perubahan volume baik tiang pancang, pondasi dan timbun tanah, namun terdakwa Dwi Kridayani tetap meminta pembayaran ke Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya, kemudian Eddy Hermanto di tahun 2016 mengucurkan dana sebesar Rp 18 miliar lebih. Lalu di tahun 2016 senilai Rp 24 miliar lebih. Ditermin kedua di tahun 2016, dengan pembangunan senilai Rp 23 miliar lebih, termin 3 tahun 2016 senilai  Rp 20 miliar lebih,” terang tim jaksa di muka persidangan.

Akibatnya, terdakwa Dwi Kridayani dan Yudiamito telah memperkaya diri, dengan terdakwa Eddy Hermanto dan terdakwa Syarifudin menyebabkan kerugian negara Rp 116,9 miliar lebih. Perbuatan terdakwa diancam Pasal 3 junto 18 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan tahun 2001 junto pasal 55 junto Pasal 64 KUHP.

Selepas pembacaan dakwaan tim JPU, Sahlan meminta keterangan kedua terdakwa.

Terdakwa Dwi Kridayanti dan Yudiamito telah mendengar tuntutan dan mengatakan sudah mengerti, dan kompak mengajukan eksepsi alias keberatan atas dakwaan. Maka sidang ditunda satu pekan, tanggal 3 Agustus 2021 dengan acara eksepsi pensihat hukum dan sidang dinyatakan ditutup. (Herman)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here