Palembang, Beritakajang.com – Sakim Nanda Budi Setiawan yang terlibat dalam kasus dugaan penadahan surat tanah, melalui tim kuasa hukumnya Iir Sugiarto SH telah menyampaikan nota pembelaan (pledoi) dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Senin (9/1/2023).
Dihadapan majelis hakim Siti Fatimah SH MH serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Palembang Uruslah Dewi SH MH yang mengikuti persidangan secara virtual, tim kuasa hukum terdakwa Sakim menyampikan nota pembelaannya.
“Dari proses persidangan dakwaan, saksi dan bukti, tidak ada yang menyatakan Sakim melakukan atau turut melakukan kejahatan, sebagaimana dakwaan JPU Pasal 480 KUHP ayat 1 atau penadahan surat tanah,” tegas Iir.
“Artinya dari proses persidangan tidak ada bukti atau saksi yang mengatakan kejahatan Sakim. Maka dalam pembelaan tadi kita minta kepada majelis hakim untuk objektif memeriksa dan mengadili, mengacu kepada fakta persidangan. Sehingga amar putusannya kepada majelis hakim untuk menyatakan Sakim tidak terbukti melakukan tindak pidana, sebagaimana dakwaan JPU, kami minta onslagh,” ungkapnya.
“Yang kedua, melepaskan Sakim dari dakwaan dan tuntutan JPU. Yang ketiga memulihkan nama baik, harkat dan martabat Sakim,” timpalnya.
Bahwa poin pentingnya, menurut Iir Sugiarto, JPU coba mengaitkan perkara Santoso yang terbukti melakukan tindak pidana penipuan dan pemalsuan sertifikat tanah pada tahun 2013.
“Santoso diputus bersalah di PN Palembang. Jaksa coba mengaitkan kepada Sakim yang membeli bidang tanah tersebut dari Santoso. Padahal jual beli antara Sakim dan Santoso atau berdasar akta jual beli 050 adalah Nang Ali Solichin tahun 2003, artinya ada jarak rentan 10 tahun. Antara jual beli bidang tanah, Sakim membeli bidang tanah, kemudian Santoso diadili diputus 2013,” bebernya.
“Nah pada tahun 2003, terdakwa tidak mengetahui bahwa didalam akte jual beli itu, tanda tangan istri Nang Ali Solichin dipalsukan. Sehingga Santoso dinyatakan bersalah,” tambah dia.
“Dalam proses persidangan perkara Sakim Nanda, tidak ada satu pun saksi yang menyebutkan terdakwa yang meminta atau menyuruh dan mempengaruhi Santoso untuk memalsukan tanda tangan dari istri Nang Ali Solichin. Karena itu tidak ada saksi dan bukti, kami mohon kepada majelis untuk objektif, bahwa terdakwa Sakim tidak melakukan kejahatan sebagaimana didakwakan,” timbangnya.
Terhadap tuntutan 3 tahun terhadap terdakwa, Iir menilai tidaklah berkeadilan. “Jaksa tidak berlandaskan fakta persidangan, harusnya dinyatakan lepas karena tidak bersalah,” tukas Iir Sugiarto.
Untuk diketahui, sebelumnya terdakwa Sakim Nanda dalam sidang sebelumnya dituntut JPU Ursula Dewi SH MH dengan pidana penjara selama 3 tahun serta diancam dalam Pasal 480 ke 1 atau penadahan.
Diketahui dalam dakwaan JPU kejadian bermula pada bulan Desember 2018. Saat itu pelapor H Nang Ali Solihin SH meminta kepada Santoso untuk membuat sertifikat hak milik tanah milik H. Nang Ali Solihin SH, dengan Nang Ali menyerahkan dokumen tanah tersebut kepada Santoso.
Setelah mendapatkan dokumen tanah, Santoso membuat sertifikat hak milik atas nama Nang Ali dengan SHM nomor 2708 tanggal 8 Oktober 2003. Tapi sertifikatnya tidak diserahkan kepada Nang Ali, yang digunakan Santoso untuk menjual objek tanah kepada terdakwa Sakim. Dengan membuat akte jual beli antara Nang Ali dengan terdakwa Sakim.
Di dalam akta jual beli itu, tanda tangan istri saksi Nang Ali yakni saksi H Zuraidah, telah dipalsukan. Maka sertifikat tanah nomor 2708 dapat balik nama kepada Sakim tanggal 23 Desember 2003. Maka Nang Ali melaporkan Santoso ke pihak kepolisian.
Hingga dipersidangan tanggal 15 April 2014, Santoso divonis bersalah melakukan penggelapan dan pemalsuan surat tanah, dikuatkan ditingkat banding hingga dikuatkan lagi di tingkat kasasi Mahkamah Agung tanggal 20 April 2015.
Terdakwa Sakim di bulan Desember 2018 telah menggadaikan sertifikat hak milik (SHM) nomor 2708 kepada saksi Robby Hartono alias Afat senilai Rp 500 juta. (Hsyah)