Kayuagung, Beritakajang.com – Menanggapi imbauan dari Ketua Dewan Masjid Indonesia (MDI) Pusat, Jusuf Kalla (JK), terkait kampanye di masjid atau politisasi agama di masjid. Ketua Bawaslu Kabupaten OKI, Ikhsan Hamidi, sangat mendukung imbauan tersebut.
Menurut Ikhsan, jika kampanye atau kegiatan politik praktis itu dilakukan di dalam tempat ibadah, salah satunya di masjid, maka bisa memicu perpecahan dan perselisihan di tengah-tengah masyarakat yang berpotensi terjadi permasalahan atau kericuhan.
“Kita (Bawaslu) berpegang dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 280 Ayat 1 huruf H, dimana dikatakan bahwa pelaksana peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan pendidikan. Itu ada sanksi yang sifatnya pidana. Dan itu diatur atau dipertegas dalam Pasal 521 UU Pemilu bahwa setiap pelaksana, peserta, atau tim kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar aturan terkait larangan penggunaan tempat ibadah sebagai lokasi kampanye dapat dipidana penjara 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta,” ungkapnya, Selasa (28/3/2023).
Ikhsan juga menerangkan bahwa saat ini memang belum memasuki tahapan kampanye. Sehingga yang tercatat sebagai peserta Pemilu tahun 2024 baru partai politik. Bahkan untuk calon perseorangan pun termasuk juga calon legislatif, belum disahkan.
“Untuk itu, saat ini kita berusaha melakukan upaya pencegahan dengan cara mengimbau agar semua komponen masyarakat, termasuk pengurus tempat ibadah untuk tidak memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang bersifat kampanye politik praktis,” tegas dia.
“Tapi kalau sifatnya edukatif pendidikan politik, yang sifatnya universal menyangkut tentang kebenaran keadilan, yang menyangkut harkat martabat manusia, itu bisa dilaksanakan di tempat-tempat ibadah. Intinya, kami (Bawaslu) sangat mendukung imbauan yang disampaikan oleh Pak Jusuf Kalla terkait larangan untuk melakukan politik praktis di tempat-tempat ibadah, khususnya masjid-masjid yang ada di Kabupaten OKI,” tandasnya. (Ron)