Palembang, Beritakajang.com – Dewan Kehormatan Provinsi Persatuan Wartawan Indonesia (DKP PWI) Sumatera Selatan (Sumsel) meminta agar tidak ada jual beli suara atau money politic dalam Konferensi PWI Sumsel yang rencananya dilaksanakan tanggal 23-24 Januari 2024 di Palembang.
“Sejalan dengan tekad pengurus PWI Pusat yang kembali ke khittah ikut menjaga kedaulatan negara, harus hadir memberikan solusi dalam setiap masalah bangsa, maka setiap anggota PWI di Sumsel diimbau untuk menjaga integritas dan kehormatan serta harga diri masing-masing dengan tidak ikut dan tidak melaksanakan jual beli suara dalam Konferensi PWI Sumsel yang akan datang,” kata Afdhal Azmi Jambak selaku Ketua DKP PWI Sumsel dalam siaran pers yang disampaikan Sabtu (9/12/2023).
Imbauan untuk jangan dan tidak ada jual beli suara atau money politic tersebut disepakati dalam rapat pengurus DKP PWI Sumsel yang dilaksanakan Selasa (5/12/2023) di Kantor PWI Sumsel di Jalan Supeno No.11 Palembang.
Rapat dihadiri Afdhal Azmi Jambak SH, Drs. H. Helmy Marsindang dan H. Syarifuddin Basrie S.Sos. Sementara itu, Hj. Nurseri Marwah ST yang sedang dinas luar kota menyatakan sependapat dengan hasil rapat. Sedangkan Ir. Ruslan Ismail tidak hadir dalam rapat tersebut.
Pengurus DKP PWI Sumsel mendukung penuh semangat dan tekad Ketua Umum PWI Pusat Hendry CH Bangun dan Ketua DK PWI Pusat Sasongko Tedjo hasil Kongres ke-25 PWI di Bandung beberapa bulan lalu.
“Untuk Ketua PWI Sumsel dan Ketua DKP PWI Sumsel periode 2024-2029, pilihlah yang terbaik, yang punya integritas, disegani dan bisa memberi manfaat, menyejahterakan para anggota dan meningkatkan kemandirian pengurus,” kata Afdhal Azmi Jambak yang menjadi Ketua DKP PWI menggantikan H. Kurnati Abdullah BBA yang meninggal dunia beberapa bulan lalu.
Helmy Marsindang menegaskan, kita perlu Ketua Umum PWI Sumsel yang punya wibawa tinggi dan mampu memperjuangkan kepentingan para anggota, baik langsung maupun tidak langsung. Tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi dan mampu bersikap proporsional.
Mantan Sekretaris Umum PWI Sumsel yang juga mantan Koresponden Harian Ekonomi NERACA ini mengingatkan, dibutuhkan ketua umum yang punya kemampuan hebat. Termasuk memperjuangkan adanya kantor PWI Sumsel milik PWI.
“Kantor PWI Sumsel di Jalan Supeno ini kan masih status pinjam pakai dari Kodam II/Sriwijaya. Beberapa tahun lalu, sudah ada bangunan kantor PWI dibangun Pemprov Sumsel di Jakabaring. Mestinya, kantor tersebut diterima dengan baik dan jangan dibiarkan dialihkan untuk Bawaslu dan lainnya. Sebab, saya sudah telusuri bangunan kantor itu dianggarkan untuk PWI Sumsel,” kata tokoh pers yang selalu tampil necis ini.
Syarifuddin Basrie yang baru menjadi anggota DKP PWI Sumsel sebagai pengganti H. Kurnati Abdullah yang meninggal dunia juga menegaskan, sudah waktunya praktek jual beli suara dalam konferensi untuk memilih Ketua PWI dan atau Ketua DKP PWI Sumsel dihentikan.
“Saya siap maju untuk jadi Ketua PWI Sumsel kalau pemilihan tanpa money politic, tanpa jual beli suara,” kata owner Agung Pos Group ini.
Permintaan dan imbauan agar jangan ada lagi money politic dalam pemilihan Ketua PWI dan Ketua DKP PWI Sumsel, terutama pada Konferensi PWI yang direncanakan 23-24 Januari 2024 juga disampaikan secara langsung secara lisan kepada Ketua Panitia Pelaksana Konferensi PWI Sumsel, Kawar Dante.
“Tolong ditegaskan agar dibuat aturan atau syarat tidak boleh ada money politic atau jual beli suara dalam Konferensi PWI Sumsel yang akan datang. Penegasan itu diperlukan jika tidak melanggar PD PRT PWI,” kata Afdhal Azmi Jambak.
Afdhal yang juga Pemimpin Redaksi Koran Transparan Merdeka dan media online transparanmerdeka.com juga menyarankan kalau bisa pemilihan Ketua PWI Sumsel dan Ketua DKP PWI Sumsel dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat secara aklamasi. Kalau bisa semua yang berkeinginan menjadi pengurus PWI atau DKP duduk bersama, bermusyawarah dan memilih yang terbaik. Lantas kesepakatan dibawa ke forum Konferensi untuk diputuskan secara aklamasi.
Namun, jika tidak bisa aklamasi, maka bila calon ada lebih dari satu orang, tentu saja mesti dilakukan voting, pemungutan suara.
“Sesungguhnya, Ketua PWI punya posisi strategis untuk mengangkat harkat, martabat, dan kesejahteraan para anggotanya. Ketua PWI Sumsel dan Ketua DKP PWI Sumsel harus didampingi pengurus lainnya yang kredibel dan mau sungguh-sungguh bekerja. Personalia yang ikut jadi pengurus jangan sekadar numpang nama,” katanya.
Ketua dan para anggota DKP PWI Sumsel mengingatkan, banyak yang harus dilakukan oleh para wartawan anggota PWI Sumsel dalam rangka ikut menjaga kedaulatan negara. Ketua dan pengurus PWI harus mampu memperjuangkan peningkatan ilmu, kesejahteraan dan perlindungan hukum para anggota, sehingga semua anggota bersungguh-sungguh melaksanakan empat fungsi pers. Baik fungsi penyampai informasi, mendidik, menghibur maupun melakukan kontrol sosial atau sosial kontrol.
“Fungsi yang paling utama di pers itu adalah fungsi kontrol sosial atau sosial kontrol. Dengan istiqomah melaksanakan fungsi kontrol, maka harkat, martabat dan citra wartawan makin dihargai dan dihormati oleh masyarakat dan pemerintah,” tambah Afdhal Azmi Jambak yang pernah diadili karena pemberitaan tentang dugaan korupsi di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), tetapi divonis bebas murni oleh majelis hakim Mahkamah Agung RI yang diketuai Hakim Agung Artidjo Alkostar. Artidjo Alkostar adalah salah satu Hakim Agung yang ditakuti dan dihormati dan sudah meninggal beberapa waktu lalu.
Kalau wartawan anggota PWI memilih seseorang jadi Ketua PWI dan Ketua DKP PWI karena dibayar dengan rupiah, berapapun bayarannya, maka yang bersangkutan sudah menjatuhkan harga dirinya.
“Pilihlah Ketua PWI dan Ketua DKP PWI Sumsel yang punya integritas, disegani dan mau memperjuangkan kepentingan anggota, sehingga selama lima tahun ke depan setiap anggota akan menikmati manfaat dari kinerja yang bagus. Jadi jangan hanya karena uang Rp 300 ribu atau Rp 500 ribu atau sejuta rupiah lantas memilih calon yang tidak akan memberi manfaat bagi para anggota ke depannya,” pesan Afdhal Azmi Jambak.
Dia juga mengharapkan kepada Ketua PWI Pusat dan Ketua DK PWI Pusat membuat aturan, calon yang menang tetapi terbukti terlibat jual beli suara dengan bagi-bagi uang alias money politic atau terlibat suap menyuap, agar dibatalkan kemenangannya.
“Wartawan sebaiknya menjadi contoh dalam pelaksanaan demokrasi yang sehat,” tambah lelaki yang bekerja sebagai wartawan sejak tahun 1982 ini. (*)