Muba, Beritakajang.com – Siap-siap saja, pesta demokrasi tahun 2024 akan segera diselenggarakan di ratusan kabupaten dan puluhan provinsi di Indonesia.
Maka dari itu, tak hanya masyarakat sipil yang harus banyak diberikan edukasi secara persuasif, akan tetapi sejumlah kalangan pejabat elit dan teras juga harusnya penting diberikan pemahaman kedudukan.
Penyakit politik praktis salah satu contoh yang sangat banyak menyerang beberapa kalangan, apalagi di kalangan ASN dan honorer disuatu daerah.
Tergiurnya kedudukan jabatan, kemudian iming-iming materi yang besar, tak lazim membuat sejumlah kalangan itu menjadi lemah dan tak konsisten dalam memajukan suatu daerah kerja.
Seperti daerah yang akan menggelar hajatan serentak itu adalah Kabupaten Musi Banyuasin.
Dihuni oleh 15 kecamatan dan ratusan desa serta kelurahan ini, tak lazim menjadi bulan-bulanan oknum untuk mencuri kepentingan pribadi. Sehingga memanfaatkan kekuatan dengan menyerang institusi dan instansi. Tak sedikit aparatur sipil negara dan honorer tergoda dengan iming-iming kedudukan dan materi tersebut.
Catatan sejarah yang tak bisa dihapus, yaitu kabupaten peraih adipura 14 kali ini sudah dua kali terjerat kasus OTT KPK yang menyebabkan kepala daerah terpilih pada masa itu harus mendekam dibalik jeruji besi.
Jeratan kasus hukum ini menyerang sejumlah jabatan eksekutif, legislatif, dan bahkan menyerang jabatan pimpinan tinggi disuatu instansi sentral dimana Kucuran APBD mengalir deras seolah menjadi ladang empuk oknum mencari keuntungan pribadi.
Maka dari itu, lembaga penyelenggara pemilihan umum baik KPU maupun Bawaslu harus lebih memperhatikan keseimbangan agar jangan sampai anggaran yang diperuntukan untuk membangun suatu daerah malah digulirkan untuk keikutsertaan pada pesta demokrasi, sehingga merugikan negara sekaligus terkesan tidak netralnya penyelenggaraan Pemilu.
Dikutip dari berbagai sumber, bagi PNS yang memberikan dukungan kepada calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye, membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
Penjatuhan hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum dilaksanakan sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 tentang disiplin PNS dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS.
Tak hanya ASN, hal serupa juga dikenakan kepada PPK yang terancam 12 sanksi bila terbukti terjun ke politik praktis. Ancamannya berupa teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, golongan, dan atau hak-hak jabatan, pembayaran uang paksa dan atau ganti rugi, pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan, pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan.
Kemudian pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya, pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya, pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa.
Pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa, pencabutan kewenangan sebagai PPK dan sanksi terberat diberhentikan sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah.
Sanksi bagi PPK itu tertulis dalam Undang-undang No. 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, PP 17/2020 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas PP 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS, UU No. 23/2014 tentang pemerintahan daerah. (Tarmizi)