Beranda HL Irsan Akan Laporkan Kejari OKI dan PN Kayuagung ke Komisi Yudisial Hingga...

Irsan Akan Laporkan Kejari OKI dan PN Kayuagung ke Komisi Yudisial Hingga Komisi Kejaksaan, Ini Alasannya

441
0
BERBAGI
Irsan (korban)

Kayuagung, Beritakajang.com – Korban penganiayaan yang dilakukan oknum Kepala Desa (Kades) Desa Pangkalan Lampam Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) akan melaporkan Kejaksaan Negeri (Kejari) OKI dan Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung ke Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Kejaksaan (KK).

Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan. Irsan (korban) yang diketahui pernah menjabat sebagai Ketua BPD Desa Pangkalan Lampam ini didampingi penasehat hukumnya Krisnaldi mengatakan, dirinya tidak puas dan mempertanyakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Imran SH yang telah melakukan penuntutan terhadap terdakwa Khoirul Anwar (Kades Pangkalan Lampam) dengan tuntutan selama 1 bulan 15 hari yang tertuang dalam surat dakwaan dengan nomor registrasi No.REG.PERK : PDM-189/K/L.6.12/Epp.2/07/2020, yang kemudian diputuskan oleh majelis hakim dengan nomor putusan 501/Pos.B/2020/PN Kag dengan hukuman satu bulan penjara.

Menurut korban, tuntutan dan putusan terhadap terdakwa dengan pidana selama 1 bulan penjara sangat tidak sesuai dan tidak masuk akal, serta dinilai berat sebelah karena lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang sebelumnya menuntut terdakwa selama 1,5 bulan penjara. Atas dasar itulah pihaknya akan melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, ke Komisi Yudisial (KY) dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke Komisi Kejaksaan.

“Jelas kami merasa tidak dapat keadilan atas tuntutan ringan oleh JPU dan putusan pengadilan yang hanya 1 bulan penjara kepada terdakwa penganiayaan,” tegas Krisnaldi.

Ia mengklaim di dalam tuntutan tersebut salah satunya sudah terpenuhi unsur luka berat, yang ancaman pidananya maksimal 5 tahun penjara. “Harusnya terdakwah dituntut dengan Pasal 351 Ayat 2, sementara ini hanya dituntut dengan Pasal 351 Ayat 1. Padahal korban mengalami luka berat,” ujarnya.

Dia juga mengungkapkan, kalau alasannya sudah meminta maaf, sebagai manusia korban juga memaafkan, tapi hukum tidak bisa dimaafkan. Lagi pula kalaupun ada perdamaian antara kedua belah pihak harusnya ada surat tertulis di atas materai.

“Inikan majelis hakim pada saat persidangan meminta oknum kades untuk salaman dan meminta maaf kepada korban, namun ini dijadikan alasan untuk meringankan hukuman terdakwah, inikan aneh, jelas kami tidak mendapat keadilan,” ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Serikat Pemuda dan Masyarakat Sumatera Selatan (SPM Sumsel) bersama puluhan massa menggelar aksi damai di depan kantor Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir (Kejari OKI), Rabu (21/10/2020).

Aksi damai ini bertujuan untuk menyatakan sikap dan tuntutan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) OKI yang tengah menangani kasus penganiyaan yang melibatkan oknum Kepala Desa (Kades) Desa Pangkalan Lampam Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten OKI.

Yopie Meitaha selaku koordinator aksi menjelaskan, aksi yang dilakukannya adalah bentuk keprihatinan diri dan lembaganya terhadap tegaknya supremasi hukum, khususnya di Kejari OKI dan Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung.

Ia menilai tuntutan yang dilakukan JPU sangat tidak masuk akal dan bertentangan dengan hati nurani. Karena menurut Yopie, pasal yang dikenakan pada kasus ini adalah Pasal 351 (Ayat 1), sementara pasal yang seharusnya dikenakan yakni Pasal 351 (Ayat 2) yang ancaman pidananya paling lama lima tahun. Sementara yang dilakukan JPU hanya melakukan penuntutan selama 1 bulan 15 hari.

Selain itu, Yopie juga menjelaskan bahwa selama proses kurang lebih 10 bulan, tersangka tidak pernah dilakukan penahanan, baik di tingkat kepolisian, kejaksaan dan proses pengadilan. “Atas dasar inilah kami menyatakan sikap dan menuntut pihak Kejari OKI untuk meninjau kembali tuntutan kepada terdakwah,” jelasnya.

Masih kata Yopie, dalam pernyataan sikap dan tuntutannya, selain meninjau kembali tuntutan, pihaknya juga menuntut agar kasus korupsi oknum kades yang menjadi awal timbulnya tindak pidana penganiayaan terhadap korban juga diusut tuntas.

Ia juga mengungkapkan program Jaksa Sahabat Desa yang belum lama ini diluncurkan oleh pihak Kejari OKI merupakan salah satu pemicu adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh beberapa oknum kades, yang menjadikan program ini adalah bentuk backup dari pihak Kejari OKI. Untuk itu, pihaknya meminta agar program Jaksa Sahabat Desa dihapuskan.

“Inikan awalnya kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh terdakwah yang dibuka oleh korban. Karena tersangka tidak terima, maka terjadilah tindakan penganiayaan ini. Selain itu, program Jaksa Sahabat Desa adalah program Kajari OKI. Program sahabat desa lebih baik dihapus, karena Kajari OKI hanya ‘bersahabat’ dengan kades,” ungkapnya.

Di akhir orasinya, Yopie menyampaikan akan melanjutkan aksi damai didepan kantor DPRD OKI. Selain itu, dirinya juga menyampaikan bahwa dalam kurun waktu lima hari kedepan, pihaknya akan melakukan aksi yang sama didepan kantor Kejaksaan Tinggi Provinsi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel). (Ron)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here