Palembang, Beritakajang.com– Era globalisasi dan reformasi yang penuh dengan tantangan telah menjadikan Polri dituntut mampu memelihara kamtibmas dengan menangkal setiap ancaman nyata, mencegah potensi ancaman, dan mendeteksi setiap gerakan yang membahayakan kamtibmas, termasuk radikalisme dan intoleransi.
Radikalisme merupakan suatu paham yang menginginkan sebuah perubahan atau pembaharuan dengan cara drastis hingga ke titik yang paling dasar dengan cara kekerasan. Sedangkan intoleransi merupakan perasaan yang menolak kepada orang atau kelompok lain yang berasal dari kelompok, golongan ataupun latar belakang yang berbeda.
Demikian diuraikan Kapolda Sumsel Irjen A. Rachmad Wibowo melalui amanat yang disampaikan Karo SDM Kombes Sudrajad Hariwibowo SIK M.Si saat membuka acara sosialisasi penanggulangan dan pencegahan radikalisme serta intoleransi bagi personel jajaran Polda Sumsel, Selasa (20/2/2024), bertempat di Mapolda setempat.
Sudrajad mengatakan, intoleransi dan radikalisme sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia.
“Sifat dan cara kekerasan tidak akan pernah mampu membawa pada kehidupan yang lebih baik, tapi justru sebaliknya hanya akan menjadikan tatanan kehidupan bermasyarakat menjadi hancur,” papar dia.
Oleh karenanya, menurut Sudrajad, diperlukan adanya tindakan nyata dalam upaya penanggulangan paham radikalisme dan intoleransi, terutama dilingkungan kerja secara bersama-sama antar unsur aparatur pemerintahan dan masyarakat.
Sudrajad mengharapkan materi mampu dicerna peserta dan nantinya mensosialisasikan kembali kepada seluruh jajaran dan masyarakat dilingkungan sekitar.
“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana terorisme mengamanatkan kepada kita semua untuk melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme, termasuk radikalisme dan intoleransi,” lanjutnya.
Sudrajad mengingatkan bahwa pencegahan dan penanggulangan harus dimulai dari lingkungan terkecil yakni keluarga, tempat kerja hingga tingkat terluas seluruh masyarakat Indonesia.
“Cita-cita para pendahulu memperjuangkan persatuan dan kesatuan bangsa, ini harus terus kita jaga. Sudah banyak contoh dari negara lain yang tadinya aman, tenteram, makmur, tiba-tiba menjadi negara yang hancur lebur. Penuh dengan konflik perpecahan berbau suku, agama dan ras (SARA) yang tidak dapat diselesaikan hingga saat ini, tentu kita tidak ingin mengalami hal tersebut,” ujarnya.
“Jadikan momentum ini untuk melakukan pencegahan dalam penanggulangan secara dini terhadap bahaya radikalisme, intoleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga persatuan dan kesatuan bangsa di Indonesia tercinta tetap terjaga dan mampu kita wariskan kepada generasi anak cucu,” tutupnya. (Andre)