Beranda HL Bebas dari Meja Hijau

Bebas dari Meja Hijau

11
0
BERBAGI

“Arbiter: Mengakhiri Sengketa, Menjaga Hubungan Bisnis”

Oleh : Aulia Aziz Al Haqqi, S.H., M.H., CCLE., CPArb.

Advokat dan Arbiter Dewan Sengketa Indonesia Sumsel.

Sengketa bisnis adalah sesuatu yang hampir tak bisa dihindari. Ketika kontrak dilanggar, janji tidak ditepati, atau interpretasi perjanjian berbeda, perselisihan pun muncul. Sayangnya, banyak pelaku usaha masih menganggap pengadilan sebagai satu-satunya jalan penyelesaian.

Padahal, proses litigasi sering kali justru memperkeruh keadaan, menguras energi, waktu, dan biaya, serta berpotensi merusak hubungan baik yang telah lama terjalin. Konflik yang seharusnya bisa diselesaikan secara rasional kerap berujung pada retaknya kerja sama, bahkan hilangnya kepercayaan yang dibangun selama bertahun-tahun.

Inilah sebabnya arbitrase dipandang sebagai mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih humanis. Arbitrase tidak hanya mencari siapa yang menang dan siapa yang kalah, tetapi juga menjaga masa depan hubungan bisnis para pihak, agar mereka dapat melanjutkan kerja sama di atas landasan yang lebih sehat dan penuh kepastian hukum.

Arbitrase merupakan salah satu mekanisme penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan yang diakui dan dilindungi dalam sistem hukum nasional. Mekanisme ini berbasis pada kesepakatan tertulis para pihak, sehingga bersifat privat namun memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan.

Dasar hukum arbitrase di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Undang-undang tersebut menegaskan kebebasan para pihak untuk menentukan forum penyelesaian sengketa melalui arbitrase, dengan putusan yang bersifat final dan mengikat (final and binding) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 60, sehingga tidak dapat diajukan banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.

Kepastian ini menjadikan arbitrase solusi yang efisien, cepat, dan sesuai dengan kebutuhan dunia usaha.

KEUNGGULAN ARBITRASE DIBANDING LITIGASI

Arbitrase memiliki sejumlah keunggulan yang menjadikannya semakin relevan sebagai pilihan utama dalam penyelesaian sengketa bisnis.

Pertama, efisiensi waktu. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 mengatur bahwa pemeriksaan perkara arbitrase wajib diselesaikan paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk.

Kepastian batas waktu ini menjadi sangat penting karena dalam dunia usaha, keterlambatan penyelesaian sengketa berarti terhambatnya arus kas, tertundanya proyek, dan hilangnya peluang bisnis. Arbitrase memberikan kepastian bahwa konflik tidak akan berlarut-larut, sehingga para pihak dapat kembali fokus pada kegiatan produktif.

Kedua, kerahasiaan proses. Persidangan arbitrase dilakukan secara tertutup, berbeda dengan litigasi yang terbuka untuk umum. Kerahasiaan ini memastikan rahasia dagang, strategi bisnis, dan data keuangan para pihak tetap terlindungi dari kompetitor maupun publik. Hal ini krusial untuk menjaga reputasi dan keberlanjutan hubungan bisnis, terutama bagi perusahaan yang sangat bergantung pada kepercayaan pasar.

Ketiga, otonomi para pihak. Arbitrase memberi keleluasaan penuh untuk memilih arbiter yang benar-benar memahami karakter sengketa yang dihadapi. Dengan arbiter yang memiliki keahlian teknis dan pengalaman relevan, putusan yang dihasilkan tidak hanya sah secara hukum tetapi juga adil secara substansi. Putusan menjadi lebih dapat diterima karena didasarkan pada penilaian yang profesional dan memahami konteks industri yang disengketakan.

Terakhir, kepastian hukum. Sifat final and binding dari putusan arbitrase memberikan penegasan bahwa sengketa benar-benar berakhir. Tidak ada ruang banding, kasasi, atau peninjauan kembali yang dapat memperpanjang ketidakpastian. Hal ini memberi rasa aman bagi para pihak untuk segera mengeksekusi putusan dan melanjutkan kerja sama bisnis mereka dengan dasar yang lebih kuat.

KELEMBAGAAN ARBITRASE DAN DEWAN SENGKETA INDONESIA

Di Indonesia, penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan secara ad hoc atau melalui lembaga resmi. Salah satu lembaga yang telah lama dikenal adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), yang menangani sengketa bisnis domestik maupun internasional.

Dalam sektor konstruksi, penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau dewan sengketa bahkan dianjurkan karena sifatnya yang cepat dan melibatkan para ahli teknis.
Dewan Sengketa Indonesia (DSI) hadir sebagai salah satu pilihan strategis bagi para pelaku usaha. DSI tidak hanya berfokus pada penyelesaian sengketa di tingkat nasional, tetapi juga membangun reputasi internasional.

Hingga 2025, DSI telah menjalin kerja sama dengan lebih dari 275 lembaga di 185 negara, termasuk Singapore International Mediation Centre (SIMC), Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC), dan WIPO Arbitration and Mediation Center. Jaringan kerja sama ini membuka akses ke standar penyelesaian sengketa global, meningkatkan kredibilitas proses arbitrase di Indonesia, dan memudahkan para pihak dari berbagai negara untuk mempercayakan penyelesaian sengketanya di sini.

Dengan demikian, di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, mekanisme penyelesaian sengketa yang cepat, efisien, dan berorientasi pada masa depan hubungan bisnis bukan lagi sekadar pilihan, tetapi kebutuhan. Arbitrase dan dewan sengketa menawarkan cara penyelesaian yang terukur, rahasia, dan memberikan kepastian hukum, sehingga para pihak dapat menjaga kelangsungan kerja sama dan kepercayaan yang telah dibangun.

Setiap perjanjian bisnis idealnya memuat klausul arbitrase atau mekanisme penyelesaian sengketa sejak awal, agar konflik yang timbul dapat diselesaikan secara profesional tanpa merusak hubungan usaha. Dengan pendekatan ini, sengketa tidak lagi menjadi hambatan, melainkan momentum untuk memperkuat fondasi kerja sama dan menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here