Jakarta, Beritakajang.com – Indikasi praktik arogansi dengan tertuduh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro hingga memicu terjadinya unjuk rasa ASN di lingkungan kementerian tersebut pada Senin (20/1/2025) kemarin, diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
Dan menjelang 100 hari masa kepemimpinan Prabowo – Gibran sebagai Presiden – Wakil Presiden pada 28 Januari 2025 mendatang, diharapkan bisa menjadi momen ‘bersih-bersih’ lembaga negara dari pejabat arogan dan pejabat yang terjangkit ‘Syndrome Kekuasaan’.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO) Teuku Yudhistira, menyikapi fenomena pejabat di Indonesia yang dinilai arogan hingga dikhawatirkan mengganggu aktivitas di lembaga pemerintahan.
“Peristiwa di Kemendikti Saintek ini seolah membelalakkan mata bahwa ada lembaga pemerintahan yang selama ini dianggap baik, ternyata tidak baik-baik saja dan itu fakta,” tegas Yudhistira di Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Artinya, lanjut Yudhis, hal ini tentu akan menambah pekerjaan rumah bagi Presiden Prabowo untuk terus memperbaiki jajaran kabinetnya yang akan bertugas selama 5 tahun.
“Karena kami yakini, bukan hanya di Kemendikti Saintek, isu yang beredar juga hal serupa juga terjadi di Kementerian lainnya dan juga di lembaga-lembaga di bawah Kementerian misalnya di Kementerian BUMN,” tandasnya.
Kata Yudhis, alah satu rumor terkait model kepemimpinan arogansi yang kini sangat merebak di lingkungan BUMN, terkait oknum pejabat tinggi di PT PLN (Persero).
Bukan sekadar isapan jempol, lanjutnya dugaan praktik arogansi itu turut diakui secara blak-blakan oleh sejumlah pejabat yang sempat berkomunikasi dengannya.
“Sebelum kasus di Kemendikti Saintek ini terungkap, isu soal arogansi oknum pejabat tinggi PLN ini sudah lama terdengar dan beredar di tengah masyarakat. Dan banyak petinggi PLN Pusat yang ada di lingkungan BUMN itu khususnya di level Direksi atau EVP mengungkapkan bagaimana perlakukan oknum tersebut terhadap mereka. Mulai dari memaki, gebrak meja, memerintahkan pejabat yang dianggapnya salah untuk push-up, sampai pencopotan dengan alasan tak jelas. Cara-cara militer kebablasan. Tidak perlu saya sebutkan orangnya, sudah rahasia umum itu. Intinya ada api dalam sekam di PLN itu,” bebernya.
Dikatakan Yudhis, penerapan disiplin dengan berbagai metode, sebenarnya sah-sah saja dilakukan selama masih dalam koridor mendidik dengan tetap mengedepankan etika dan _attitude_.
“Bukan sebaliknya, malah memperlakukan anak buah sendiri layaknya musuh yang tak termaafkan. Apalagi perlakukan itu informasinya diberlakukan ke semua pejabat yang buat dia emosi, termasuk kepada orang yang lebih tua usianya dari dia. Kalau itu perusahaan milik sendiri silahkan, tapi kalau masih bernaung di bawah pemerintah, jangan merasa seperti penguasa yang tak bisa digantikanlah,” cetus Yudhis.
Anehnya lagi, sambungnya, oknum pejabat tinggi di PLN itu justru memanjakan para pejabat pro hire yang diajak masuk ke PLN dan diberi jabatan bergengsi, sekalipun kapasitas dan kualitasnya diragukan.
Lebih jauh Yudhis juga melontarkan bahwa pendidikan tinggi tak menjamin baiknya _attitude_ seseorang ketika diberi kesempatan untuk menjadi seorang leader.
“Lho, samakan, Mendikti Saintek itu lulus Amerika juga, sama dengan pejabat PLN itu, lulusan dari kampus di Negeri Paman Sam juga. Tapi gimana attitudenya. Presiden atau orang-orangnya bisa cek sendiri gimana resahnya pegawai PLN selama oknum itu bercokol 3 tahun di PLN. Tampilannya yang santun, tapi aslinya gimana. Itu kami kami berharap Presiden bisa membersihkan instansi pemerintahan dari orang-orang seperti ini, biar ke depan kinerja Presiden tidak terganggu akibat ulah aparaturnya. Tolong dipecat saja semua pejabat-pejabat arogan itu, termasuk oknum pimpinan di PLN itu,” pungkasnya.