Musi Rawas, Beritakajang.com – Saksi pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Musi Rawas (Mura) nomor urut 02, H. Hendra Gunawan-H. Mulyana, menyatakan bahwa adanya dugaan cedera proses demokrasi pilkada di Kabupaten Mura.
Hal tersebut disampaikan saksi paslon nomor urut 02 kepada awak media usai mengikuti rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara paslon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mura yang digelar KPU Mura, Rabu (16/12).
Saksi paslon nomor urut 02, Dasril Ismail, didampingi Gress Selly mengatakan bahwa pemilu adalah asas kepastian hukum. Dimana, dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Musi Rawas tahun 2020 ini berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu. Kemudian, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur-wakil gubernur bupati wakil bupati walikota dan wakil walikota.
Kemudian, PKPU Nomor 5 perubahan dari PKPU Nomor 2 Tahun 2020 tentang jadwal dan ini tahapan pelaksanaan pilkada serentak, ini termasuk juga pelaksanaan tahapan pilkada di Musi Rawas dan juga PKPU Nomor 18 Tahun 2020 tentang pemungutan dan rekapitulasi tingkat tempat pemungutan suara.
Selanjutnya, PKPU Nomor 19 Tahun 2020 tentang rekapitulasi tingkat PPK KPU kabupaten dan provinai dan jelas sudah diatur bahwa ada subjek dan objek, serta ada formulir dan dokumen yang diadakan yang digandakan yang dicetak yang direncanakan dianggarkan oleh pihak KPU.
“Kami saksi pasangan nomor urut 02 dari rangkaian rekapitulasi tingkat PPS dan PPK KPU Kabupaten Mura menemukan bahwa dokumen itu ada indikasi palsu yang seperti terjadi hasil salinan di TPS 05 Desa Sumberejo. Selain itu, indikasi palsu daftar hadir terjadi di TPS 05 Megang Sakti 2, apakah ini dibenarkan oleh aturan, tidak kan, dan karena ada rencana ada perencanaan dan penganggaran yang digandakan yang dicetak berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku,” kata Dasril.
Maka dari itu, jelas Dasril, kalau dokumen dalam proses demokrasi sudah ada yang palsu, maka ini adalah terstruktur sistematis dan masif yang dilakukan oleh peserta pemilihan. “Indikasinya, diduga melibatkan penyelenggara pemilu. Dari mana dokumen itu didapat kalau tidak didapatkan dari penyelenggara pemilu itu sendiri,” ujarnya.
Selain itu, sambung Dasril, terjadi juga tidak sinkron data pemilih dan data pengguna pemilih, seluruh terjadi di TPS, dan sampai rekapitulasi di tingkat KPU tidak sikron data pemilih masuk dalam DPT yang menggunakan KTP elektronik dan surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tidak sinkron.
“Selain itu, juga ada hal-hal yang aneh seperti kotak tidak tersegel dan tidak terkunci, itu dibuktikan bersama-sama dalam rangkaian ini. Dan pada rekapitulasi di tingkat PPK yang terdapat perbaikan hasil, namun diperbaiki di KPU sedangkan tahapan di PPK sudah selesai. Oleh sebab itu kami menganggap proses demokrasi di Mura tahun 2020 ini, sudah tercidera dan ini sudah terstruktur secara sistematis dan masif,” tegasnya.
Ditambahkan Grees Selly, bahwa proses ini telah selesai, namun disini adanya cacat demokrasi, dimulai dari perhitungan suara ditingkat TPS. Dimana ada daftar hadir yang diduga palsu tidak bisa terselesaikan ditingkat PPK hingga KPU, namun tidak terselesaikan. Kemudian, ada juga salinan yang juga tidak bisa terselesaikan di PPK hingga sampai ke KPU, namun juga tidak terlesaikan.
“Anehnya pihak kami menyampaikan hal tersebut tidak ada respon baik oleh KPU maupun Bawaslu Mura,” tutur Gress Selly.
Menurut dia, catatan yang paling terpenting yakni ada tiga item, pertama proses demokrasi tidak clean and clear. Kedua, hasil penghitungan suara ditingkat KPU, menurut kajian hukum karena ia sebagai akademi hukum, sifatnya cacat hukum, karena ada administrasi palsu dan hasilnya diragukan tidak bisa disandingkan dengan data awalnya. Kemudian ketiga, sikap dan sikap dari penyelenggara KPU tidak profesional secara terstruktur sehingga secara sistematis dan masif prosesnya salah secara hukum.
“Jadi, katakanlah output proses yang salah, maka akan menghasilkan produk yang salah, silakan ditanggapi oleh masyarakat Mura dan semoga semakin cerdas dalam berdemokrasi. Langka selanjutnya, kita punya saluran hukum mungkin awak media lebih paham dan lebih lanjut akan disampaikan diproses selanjutnya,”ungkapnya.
Terpisah, Ketua KPU Mura, Anasta Tias mengakui bahwa adanya ketidakpuasan teman-teman saksi, terutama saksi paslon nomor urut 02.
“Kalau memang tidak puas atau sengketa perolehan, silakan untuk mengajukan ke tahapan selanjutnya. Institusi yang menangani sengketa pemilu yakni mahkamah konstitusi (MK). Kami KPUD Mura sudah melakukan tahapan secara berjenjang dan yang diplenokan tersebut dari rekapitulasi teman-teman PPK di 14 Kecamatan,” tukasnya. (Dep)