Lombok Utara, Beritakajang.com – Implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 25 Tahun 2013, dimana salah satu tujuannya menumbuhkan budi pekerti peserta didik melalui kebudayaan ekosistem literasi dalam pembelajaran sepanjang hayat. SMA Negeri 1 Mataram menginisiasi penandatanganan MoU kerjasama Sekolah Binaan Perpustakaan dengan SMA Al-Ma’arif Darussalam Desa Rempek.
Penandatanganan kerjasama ini dihadiri Bupati Lombok Utara Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH.
“Sebagai pimpinan daerah tentu saya berkewajiban untuk terus memberikan dukungan atas penyelenggaraan perpustakaan yang ada di Kabupten Lombok Utara,” kata Bupati Najmul, Kamis (3/9/2020).
Menurutnya, banyak program-program sekolah yang dilakukan Pemda Lombok Utara sembari menganggap program ekosistem literasi itu momentum terbaik untuk pengelola SMA Al-Ma’arif Darussalam, lantaran bisa menjemputnya.
Pada kesempatan itu, Bupati Najmul memohon dukungan kepada Kepala Perpustakaan Provinsi NTB agar senantiasa memberikan pembinaan kepada anak-anak sekolah di Kabupten Lombok Utara.
“Saya ingat pesan Ketua PB NU Pak Prof. Agil (Agil Sirad -red). Beliau berpesan kepada saya, Pak Bupati saya harap dua hal. Yang pertama, kalau diundang oleh warga NU sekurang-kurangnya tolong bapak jangan tidak hadir. Yang kedua, saudara kembarnya NU di Lombok itu adalah NW. Ini pesan beliau. Sejarah juga telah membuktikan bahwa antara NU dan NW adalah saudara kembarnya,” tutur Sekjen APKASI ini.
Acara tersebut, kata bupati, momentum yang baik untuk terus membangun budaya literasi di Bumi Tioq Tata Tunaq. Di KLU, lanjutnya, saat ini sedang mengembangkan literasi keagamaan berbasis pelajaran umum di sekolah-sekolah.
“Beberapa tahun yang lalu kami juga mencanangkan kembali ke khittah pendidikan. Ini penting karena literasi keagamaan untuk sekolah-sekolah kita terutama sekolah umum,” imbuh orang nomor satu di KLU ini.
Dijelaskan dia, melihat jabaran UU yang mana tujuan pendidikan nasional itu adalah para pendidik atau guru mendidik manusia Indonesia yang beriman dan berakhlak mulia. Namun ada sesuatu yang perlu dievaluasi bersama. Gerakan kembali ke khittah pendidikan dianggapnya penting lantaran aspek proporsionalnya masih belum sesuai.
“Pelajaran agama kita di sekolah itu satu pekan hanya 2 jam, 2 jam disini bukan 60 menit x 2, tetapi 45 menit x 2,” bebernya.
Tak hanya itu, Bupati Najmul juga menyinggung terkait pendidikan PPKN. Sebab antara pelajaran agama dan PPKN itu timpang. Diduga disituah pesan tidak sampai, pasalnya, di satu sisi negara menginginkan anak-anak Indonesia beriman dan berakhlak mulia, tetapi di lain sisi, proporsionalitas kurikulum tidak mendukung. Faktor itu memotivasi pemerintah daerah mengembangkan literasi keagamaan berbasis pelajaran umum di Kabupaten Lombok Utara. Ia lantas menegaskan bahwa literasi keagamaan didesain untuk program jangka panjang.
“Perpustakaan yang dipahami adalah tumpukan buku-buku, maka tantangan kita adalah saingan antara buku dengan perpustakaan kita yang bersifat digital. Maka, dalam konteks seperti ini kami minta bantuan buku-buku yang menarik,” tutupnya.
Dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB Dr. Ir. Manggaukang, MM mengungkapkan tema ‘Bersinergi Membangun Budaya Literasi untuk Menguatkan Karakter Bangsa’ dianggapnya tepat dan relevan.
Manggaukang membeberkan, bahwa tingakat literasi masyarakat Indonesia berada di urutan ke-60 dari 61 negara yang disurvei. Kemungkinan, tambahnya, jika 71 negara yang disurvei Indonesia berada di urutan ke-70. Jikalau, katanya, 100 negara disurvei Indonesia urutan ke-99. Posisi itu, tuturnya, berarti memang literasi itu masalah bangsa.
“Karena dliterasi adalah masalah bangsa maka gerakan literasi hanya dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayan. Tidak hanya oleh perguruan tinggi, tidak hanya oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, tidak hanya oleh sekolah, tapi gerakan literasi ini harus dilakukan oleh presiden sampai bupati dan walikota. Harus digerakan di daerah masing-masing,” terangnya.
Menurutnya, literasi NTB dari 34 yang disurvei pada 2019, NTB berada pada nomor 10 dari bawah atau urutan 23 dari 34 provinsi. Level itu memantik NTB harus terus berjuang secara bersama-sama untuk menggerakan literasi.
“Literasi itu 4, antara lain buku literasi menyiapkan bahan baca, baik di sekolah, perpustakan, perkantoran, dan perguruan tinggi. Sebesar 70 persen lebih literasi baru pada tingkat penyediaan buku. Tingkat kedua orang datang membaca buku yang ada. Tingkat ketiga bagaimna hasil bazar dari pembaca serta mengaplikasikan bacaannya. Tingkat empat bagaimana hasil membaca itu disuntikan pada hal yang baru,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Sekolah SMAN 1 Mataram Kun Andrasto, S.Pd mengungkapkan literasi sebagai kemampuan seseorang dalam mengelola saat proses membaca buku dan menulis. Program itu merupakan program sekolah dalam permendikbud nomor 25 tahun 2013 tentang pemenuhan budi pekerti.
Tujuan literasi, kata Kun, untuk menumbuhkan budi pekerti peserta didik melalui kebudayaan ekosistem literasi dalam pembelajaran sepanjang hayat. “Harapan saya, pada anak-anak SMA Al-ma’arif adalah adanya buku sebagai bahan literasi supaya dibaca. Ini merupakan salah satu program dari SMA Negeri 1 Mataram dan ini baru 2 bulan,” terangnya.
Kepala SMAN 1 Mataram ini menambahkan, pihaknya melakukan berbagai program literasi seperti menyiapkan dua ruangan, yang mana satu ruang untuk tempat buku dan satu ruang lagi untuk tempat membaca. Kegiatan itu, masih kata Kun, salah satu langkah SMA Negeri 1 Mataram sebagai sekolah vioner.
“Saya berharap langkah ini tentunya harus bisa sebagai contoh dari sekolah lain. SMAN 1 Mataram juga sering melakukan lomba-lomba,” harap Kun.
Acara tersebut dihadiri oleh Rektor UNU NTB, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTB, Kepala KCD KLU, Kades Rempek, tamu undangan lainnya. Kemudian diakhiri dengan penandatanganan MoU, penyerahan hibah buku dan plakat kenang-kenangan dari SMAN 1 Mataram kepada SMA Al-Ma’arif serta ditutup dengan doa dan foto bersama. (Sas/Humaspro)