Palembang, Beritakajang.com – Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Palembang kembali menggelar sidang lanjutan terhadap terdakwa Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi yang terjerat dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang dengan agenda menghadirkan saksi ahli dari para terdakwa, Senin (22/11).
Dihadapan majelis hakim yang diketuai langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri (PN) Palembang Abdul Aziz SH MH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, tim penasehat hukum terdakwa Ahmad Nasuhi mengahadirkan saksi ahli pidana dari Fakutas Hukum Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta, Dr Muzakir SH MH.
Saksi ahli di persidangan menjelaskan bahwa mall administrasi atau pelanggaran administrasi, mekanismenya harus dengan hukum administrasi. Sanksinya juga hukum administrasi dengan sanksi dari paling ringan sampai yang berat.
“Kalau ada sanksi pidana dalam hukum administrasi, tapi domainnya sanksi administrasi, tidak boleh sanksi pidana jadi utama. Kalau tidak efektif, baru pilihan terakhir sanksi pidana,” jelas dia.
Pejabat yang melaksanakan tugas administrasi keuangan negara, dimana dana sudah disahkan di DPRD, jadi memproses sesuai peruntukannya, menurut ahli itu perbuatan hukum yang sah, jumlah sesuai APBD maka sah, tidak ada penyalahgunaan anggaran.
“Kalau hanya kekerungan administrasi maka prinsipnya administrasi. Kecuali kalau digunakan yayasan untuk kepentingan pribadi itulah terjadi tindak pidana korupsi. Yayasan menerima dana hibah harus mengikuti prosedur peraturan barang dan jasa pemerintah. Yang paling penting dana tadi diperuntukan untuk pembangunan masjid, lalu yayasan yang mengawasi. Sumber hibah pemda, kalau sudah dihibahkan maka yayasan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran,” tegas Muzakir.
Pasal menyalahgunakan wewenang, artinya pejabat menyalah gunakan atau melampaui, atau tidak sesuai prosedur atau melampaui, maka setiap pejabat punya wewenang untuk mengambil kebijakan, maka ini tidak melawan hukum.
“Pengertian memperkaya diri, orang lain atau korporasi itu kaitannya dengan UU Tipikor, bahwa pengertianya pindah harta atau uang kepada pribadi atau korporasi dilakukan melawan hukum, maka disitulah ada kerugian negara. Prinsipnya harus meanreal atau niat jahat, harus dibuktikan, pasal 2 ayat 1 dan pasal 3, harus ada mencari keuntungan melawan hukum,” tukas Muzakir.
Terpisah saat diwancarai tim penasihat hukum terdakwa Ahmad Nasuhi, yakni Muchamad Erlangga SH MH mengatakan, bahwa bila perbuatan itu terkait administratif tidak bisa dikenakan tindak pidana.
“Kita kaitkan dengan perkara ini, klien kita itukan disangkakan melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Dalam kapasitasnya sebagai pelaksana tugas kepala Birokesra, dalam hal ini melakukan verifikasi administrasi terkait proses pencairan dana hibah, dari pihak Pemprov Sumsel kepada pihak Yayasan Masjid Sriwijaya,” jelasnya.
Maka dikaitkan dengan keterangan ahli pada persidangan tadi, bahwa tindakan hukum ditegaskan Erlangga dilakukan kliennya murni perbuatan administrasi.
“Artinya tindakan ini bila terdapat penyimpangan tidak dapat dimintai pertanggung jawaban pidana, hanya melaksanakan tugasnya saja. Dari keterangan ahli untuk mencari kebenaran materil,” cetusnya.
Keterangan ahli hukum pidana Muzakir dari Universitas Islam Jogjakarta memberikan pencerahan, dalam proses persidangan ini.
“Jangan setiap tindakan administrasi itu dikatakan bila di hilirnya terjadi penyimpangan-penyimpangan dikatakan bagian dari tindak pidana korupsi. Jadi harus dipisahkan, mana proses administrasi mana ada proses penyimpangan itu harus dibedakan sesuai porsinya masing-masing. Tidak boleh digeneralisir,” timbangnya.
Erlangga menegaskan, perkara ini jelas perbuatan kliennya sebagai Plt tahun 2015 dan 2017 murni perbuatan administrasi pemerintahan.
“Keterangan ahli Muzakir, ketika dana hibah sudah beralih dari Pemprov Sumsel ke pihak penerima Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya, tanggung jawab pengguna anggaran di pihak yayasan,” cetusnya.
“Intinya tanggung jawab pihak pemprov sudah beralih ke pihak yayasan. Intinya sudah sampai dengan terang benderang, yakni perbuatan hukum klien kami itu murni administrasi Ahmad Nasuhi. Perbuatan pidana juga harus dibuktikam meanrea atau niat jahat, ada motivasi juga. Jadi tidak bisa semena-semana kesalah administrasi otomatis ada perbuatan tindak pidana,” pungkas dia. (Hsyah)