Beranda Opini Dari Rekomendasi Menuju Aksi: Menyulut Obor Peradaban Pendidikan Indonesia

Dari Rekomendasi Menuju Aksi: Menyulut Obor Peradaban Pendidikan Indonesia

122
0
BERBAGI

Sainudin Mahyudin, M.Pd
Dosen ITB Visi Nusantara Bogor

Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (Konsolnas Dikdasmen) 2025 bukan sekadar forum seremonial. Ia adalah cermin niat baik negara untuk mengarahkan ulang haluan pendidikan menuju masa depan yang lebih adil, bermutu, dan manusiawi.

Delapan komisi yang dibentuk dalam forum tersebut mewakili spektrum persoalan pendidikan nasional — dari akses dan infrastruktur hingga kompetensi guru dan pendidikan karakter.

Namun, bila ditelaah lebih dalam, kita perlu bertanya: Apakah delapan rekomendasi tersebut akan berhenti sebagai wacana? Ataukah mampu menjadi gerakan yang mengubah wajah pendidikan kita hingga ke ruang-ruang kelas di pelosok negeri?

Realitas Tak Bisa Dipoles

Komisi demi komisi menyampaikan isu-isu mendesak, tetapi realitas di lapangan tidak bisa dimanipulasi oleh narasi kebijakan semata. Di banyak daerah 3T, akses terhadap sekolah masih menjadi perjuangan harian, bukan pilihan. Dapodik yang diajukan sebagai basis perencanaan masih kerap diisi sebagai formalitas demi pencairan dana, bukan potret realitas.

Komisi yang membahas PPDB memang menyentuh isu teknis penting, namun substansi ketimpangan mutu antar sekolah tidak akan selesai hanya dengan zonasi dan penguncian data. Ketimpangan tidak diatasi dengan angka, tapi dengan keadilan distribusi sumber daya dan keberanian politik.

Membongkar Budaya Seremonial

Komisi yang membahas rapor pendidikan, pelatihan guru, hingga pendidikan karakter menghadapi tantangan yang sama: budaya pendidikan kita terlalu administratif dan simbolik. Rapor dipakai untuk menggugurkan kewajiban akreditasi, pelatihan guru diburu demi sertifikat, dan pendidikan karakter dirayakan dalam upacara bendera, bukan ditanam dalam interaksi sehari-hari antara guru dan murid.

Pendidikan jarak jauh yang ingin dijadikan kebijakan nasional tahun 2026 juga mengundang kritik tajam. Jangan sampai PJJ menjadi justifikasi abai terhadap ketimpangan infrastruktur digital dan pedagogi yang minim sentuhan manusia.

Membumikan Teori, Mentransformasikan Praktik

Teori-teori pendidikan modern seperti TPACK, Andragogi, Multiliterasi, hingga Justice as Fairness perlu lebih dari sekadar disebut dalam modul pelatihan. Teori ini harus membumi dalam praktik sehari-hari guru dan kepala sekolah, di mana keputusan mikro seperti metode mengajar atau strategi komunikasi dengan orang tua menentukan apakah nilai-nilai pendidikan benar-benar hidup.

Kurikulum yang digembar-gemborkan merdeka pun akan gagal tanpa guru yang merdeka dari beban administratif, tanpa kepala sekolah yang berani menciptakan iklim sekolah yang reflektif, dan tanpa sistem pengawasan yang mendidik, bukan menghukum.

Dari Rekomendasi ke Revolusi Pendidikan

Delapan komisi telah memberi arah. Kini saatnya membangun ekosistem implementasi:
1. Kuatkan kapasitas guru dan kepala sekolah sebagai aktor utama, bukan pelaksana pasif kebijakan.
2. Dekatkan pembuatan kebijakan ke realitas lokal lewat pelibatan komunitas pendidikan.
3. Lakukan monitoring dan evaluasi berbasis data yang jujur dan tidak manipulatif.
4. Bangun kemitraan lintas sektor (dunia usaha, media, LSM) untuk memperluas jangkauan pendidikan.

Sebagaimana disampaikan oleh Paulo Freire dalam Pedagogy of the Oppressed,pendidikan sejati adalah tindakan pembebasan, bukan domestikasi. Maka pendidikan kita hanya akan maju jika keberpihakan pada yang tertinggal menjadi titik tolak, bukan basa-basi kebijakan.

Pendidikan bukan sekadar soal kurikulum atau angka rapor, tetapi tentang membangun peradaban yang lebih manusiawi, adil, dan beradab. Delapan rekomendasi dari Konsolnas Dikdasmen 2025 akan kehilangan makna jika tidak disertai tindakan nyata, kritik reflektif, dan keberanian transformatif.

Mari pastikan obor pendidikan ini tidak padam oleh ketidakberdayaan birokrasi dan rutinitas seremonial. Mari nyalakan obor perubahan—dari ruang diskusi ke ruang kelas, dari pusat ke pelosok, dari dokumen ke tindakan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here