Palembang, Beritakajang.com – Besarnya fee yang harus dibayar kontraktor rekanan Pemkot Palembang, membuka mata masyarakat terkait rendahnya mutu infrastruktur di kota pempek tersebut.
Aturan fee ini sudah berlangsung lebih dari 5 tahun sebelum pergantian Walikota ke Pj. Walikota Palembang. Namun baru saat ini terungkap ketika ada keluhan rekanan Pemkot Palembang yang merasa dizolimi.
Sumber yang enggan mengungkap identitasnya ini mengaku kesal atas tingginya fee yang harus diberikan.
“Membeli proyek 15% harus dibayar untuk centeng proyek. Dan kami tidak tahu untuk kepala daerah, Kadis atau DPRD, atau untuk siapa,” kata sumber itu, Senin (8/1/2024).
Sementara itu menurut Deputy K-MAKI Ir. Feri Kurniawan menjelaskan, proses administrasi dan pengawasan serta pencairan dana proyek mengeluarkan kocek pribadi sang kontraktor hingga 10%, belum lagi pengeluaran pajak.
“Total pengeluaran dana non budgeter serta pajak mencapai 45%, atau bersisa 55% untuk pelaksanaan,” jelas dia.
“Sisa 55% ini dipotong keuntungan minimal 15%, maka pelaksanaan proyek hanya 40% dari nilai kontrak. Inilah yang dikeluhkan kontraktor, karena proyek akan jauh dari berkualitas dan resiko laporan masyarakat serta tindak lanjut hukum mereka yang keluarkan,” tambahnya.
“Ada cost yang harus dikeluarkan, dampak proyek tidak sesuai spek, dan itu menjadi beban kontraktor,” pungkas dia. (Ron)