Jakarta, Beritakajang.com – Menko Polhukam Mahfud MD pernah menyebutkan bahwa praktik korupsi pada sektor swasta ternyata begitu mengerikan, bahkan tak kalah jahat dari praktik korupsi APBN. Sehingga, menurut Mahfud, sangat penting juga untuk dilakukan pencegahan.
Senada dengan Mahfud, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) H. Firli Bahuri juga menegaskan bahwa fakta yang ada memang ada korelasi kuat antara korupsi di sektor swasta dengan para kepala daerah seperti gubernur, bupati dan walikota. Sehingga praktik korupsi di swasta harus diberantas dengan pencegahan dan penindakan yang tegas.
“Apa yang disampaikan oleh Pak Mahfud MD, Menkopolhukam, benar. Memang sektor swasta juga saat ini tidak terlepas dari praktek-praktek korupsi dalam menjalankan bisnisnya. Contohnya dalam pilkada. Pihak swasta yang berperan sebagai sponsor paslon, pada akhirnya akan melakukan praktek kolusi dan korupsi, baik pada saat pilkada berlangsung dan setelahnya jika paslon yang disponsorinya menang dan memegang jabatan sebagai kepala daerah,” kata Firli menjawab pertanyaan media, Ahad (13/9/2020).
Menurut Firli, korupsi melibatkan pihak swasta karena para pelaku korupsi dan penyelenggara negara itu bekerjasama dengan pihak swasta terutama dalam hal pengadaan barang dan jasa (PBJ) dan pembuat kebijakan. Para kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) itu sumber dana pilkada dari kalangan swasta.
Mantan Kabaharkam Polri itu meneruskan, korupsi melibatkan swasta terbukti dari kasus fee proyek mendominasi dari pengungkapan korupsi. “Pengalaman empiris saat saya Deputi Penindakan KPK, angka tertinggi pelaku korupsi yang tertangkap tangan pada tahun 2018, sebanyak 30 kasus korupsi dengan 122 tersangka dan itu terdapat 22 kepala daerah. Semuanya karena suap menyuap, fee proyek dengan pihak swasta,” tegasnya.
Perlu Perbaikan Sistem Pilkada
Firli menyebut, fakta bahwa para kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) itu sumber dana pilkada dari kalangan swasta, maka menurut dia, perlu adanya perbaikan sistem politik dan pilkada. “Jadi sistem politik dan pilkada yang perlu diperbaiki. Selain itu, pemberantasan korupsi perlu pendekatan pendidikan masyarakat dan pencegahan,” tegasnya.
Terkait pemberantasan korupsi tersebut, lanjut Firli, KPK lakukan melalui tiga pendekatan. Tiga pendekatan tersebut menjadi core bussiness KPK. Pendekatan pendidikan masyarakat menyasar kepada tiga sasaran antara lain. Pertama jejaring pendidikan formal dan informal mulai dari TK sampai dengan pergurusn tinggi. Kedua, penyelenggara negara dan partai politik. Ketiga, Badan Usaha Milik Negara (BUMN/BUMD) dan swasta.
“Sektor nomor dua dan tiga ini merupakan sektor yang menjadi sasaran, karena mereka inilah yang sering terlibat perkara korupsi. Pihak swasta (usahawan) adalah terbanyak kedua setelah penyelenggara Negara,” tegas Firli.
Selanjutnya kata Ketua KPK itu, pencegahan sasaran menghilangkan peluang dan kesempatan, dengan merasuk kepada perbaikan, penyempurnaan dan penguatan sistem. Prinsip tujuan pencegahan adalah menghilangkan kesempatan atau peluang korupsi dengan cara pembangunan atau perbaikan sistem, sehingga untuk itu perlu dilakukan penelitian dan pengembangan guna menelaah dan meneliti atas sistem yang ada.
“Sesuai dengan teori yang pernah saya ketahui bahwa korupsi itu juga muncul disebabkan oleh sistem (by system corruption, corruption because of fail, bad and weak system). Jadi keberadaan direktorat monitoring yang melakukan monitoring pelaksanaan program pemerintahan negara menjadi penting untuk mengkaji dan meneliti serta memberikan rekomendasi kepada pemerintah, khususnya dalam upaya perbaikan sistem (politik, ekonomi, perijinan, pelayanan publik). Apakah sistemnya gagal, sistemnya lemah atau sistemnya buruk. Adapun pendekatan terakhir adalah pendekatan penindakan dengan penegakan hukum yang tegas, berkeadilan dan tetap menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia (law enforcement approach),”urai Firli.
Untuk itu, tegas Firli, kembali pentingnya pemberantasan korupsi pada sektor swasta karena berkorelasi erat dengan korupsi oleh penyelenggara negara. “Jadi bisa dikatakan pada saat bersamaan dalam satu kesempatan terjadi praktek korupsi karena dilakukan oleh oknum penyelenggara negara dan pihak swasta secara bersama,” pungkasnya. (Ron)